Pernah kamu berpikir kalau pengambilan keputusan di perusahaan itu cuma urusan CEO atau direktur? Think again! Ternyata, dari level staf sampai top management, semua orang di organisasi punya peran dalam pengambilan keputusan.
Bahkan untuk sekedar pekerjaan yang kelihatannya sebuah
rutinitas pun sebenarnya butuh keputusan-keputusan kecil setiap harinya.
Masalahnya, banyak orang yang tidak paham tipe keputusan
mana yang jadi tanggung jawabnya. Akibatnya? Keputusan malah tertunda,
dilimpahkan ke orang yang salah, atau bahkan bikin chaos karena diambil sama
orang yang tidak punya wewenang.
Nah, setelah pada artikel sebelumnya kita telah membahas Apa itu Pengambilan Keputusan? Pada artikel ini untuk menghindari hal-hal seperti contoh diatas, kita akan mengupas berbagai tipe keputusan dalam manajemen.
Dengan mengenali karakteristik dan perbedaan setiap tipe,
kamu bakal lebih jelas kapan harus ambil keputusan sendiri, kapan harus
konsultasi, dan kapan harus serahkan ke atasan. Mari kita bedah satu persatu.
Siapa Saja yang Berhak Ambil Keputusan?
Sebelum masuk ke tipe-tipe keputusan, kita perlu meluruskan dulu soal satu mitos besar yakni pengambilan keputusan bukan monopoli manajer puncak.
Nyatanya, setiap jabatan dalam organisasi melibatkan berbagai derajat pengambilan keputusan.Manajer menengah ambil keputusan untuk tim mereka. Supervisor lini pertama bikin keputusan operasional sehari-hari.
Bahkan fresh graduate yang baru masuk kerja pun harus bikin
keputusan tentang bagaimana memprioritaskan tugasnya. Intinya, decision making
is everyone's job.
Yang menarik adalah setiap manajer harus bisa mengklasifikasikan tipe keputusan berdasarkan kondisi dan situasi yang dihadapi.
Ini penting banget supaya mereka tahu pendekatan yang tepat dan siapa yang seharusnya terlibat dalam prosesnya.
Maka dari itu untuk memperdalam pemahaman kita akan hal ini berikut adalah beberapa kalasifikasi atau pengkategorian keputusan menurut para ahli :
1. Scott & Mitchell: Keputusan Perorangan vs
Organisasi
Dua ahli ini punya perspektif yang cukup unik. Mereka
membagi keputusan jadi dua kategori besar yaitu keputusan perorangan dan
keputusan organisasi.
Keputusan Berpartisipasi (Perorangan)
Ini tentang keputusan individu untuk ikut serta dalam suatu
kegiatan. Misalnya saja kamu baru dapet tawaran kerja di perusahaan A.
Keputusan untuk accept atau tidak itu adalah keputusan berpartisipasi.
Yang menarik di sini adalah ada kalkulasi untung-rugi yang
terjadi di kepala kita. Kita akan berpikir apa yang bakal saya kontribusikan ke
perusahaan ini?
Dan sebaliknya, apa yang bakal saya dapat sebagai
imbalannya? Bisa jadi itu soal gaji, pengalaman, work-life balance, atau
kesempatan berkembang.
Organisasi juga punya ekspektasi serupa. Mereka berharap
partisipasi kamu akan memberikan value tertentu. Jadi, ini adalah two-way
relationship di mana kedua pihak saling berharap dan menghitung kontribusi
masing-masing.
Keputusan Berproduksi (Organisasi)
Keputusan tipe ini adalah upaya organisasi untuk beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi. Dan perubahan itu bisa datang dari mana saja
seperti teknologi baru, kompetitor, regulasi pemerintah, atau trend pasar.
Nah, penyesuaian ini bisa bersifat rutin atau inovatif.
Kalau rutinnya kayak adjusting harga produk mengikuti inflasi, ini bisa
diputuskan sama manajer unit atau kepala bagian yang punya wewenang.
Tapi kalau soal inovasi besar seperti pivot ke model bisnis
baru atau ekspansi ke negara lain, ini urusan para petinggi organisasi atau top
management.
2. Chester Barnard: Pribadi vs Organisasional
Barnard punya cara pandang yang slightly different. Dia
membedakan keputusan berdasarkan satu kriteria sederhana yaitu bisa tidak
keputusan itu didelegasikan?
Keputusan pribadi itu muncul dari dorongan internal dan
cenderung subjektif. Ini untuk mencapai tujuan-tujuan personal kamu sendiri.
Contohnya kamu mau resign atau bertahan di perusahaan
sekarang? Mau ambil S2 atau fokus kerja dulu? Ini semua keputusan yang sepenuhnya
personal.
Kenapa tidak bisa didelegasikan? Simple saja karena setiap
orang punya tujuan hidup, nilai, dan prioritas yang berbeda-beda.
Maka dari itu tidak ada yang bisa disuruh untuk mengambilkan
keputusan tentang karir atau kehidupan pribadi kamu. It's your call, your
responsibility.
Berbeda dengan keputusan pribadi, keputusan organisasional
muncul dari aktivitas dan kebutuhan organisasi. Sifatnya lebih objektif karena
ditujukan untuk mencapai goals perusahaan secara keseluruhan.
Yang penting, keputusan ini bisa di delegasikan sesuai
bidang keahlian masing-masing. Misalnya keputusan tentang strategi marketing
bisa didelegasikan ke CMO, keputusan finansial ke CFO, dan seterusnya.
Meskipun kedua tipe ini berbeda, dalam praktiknya mereka
sering overlap. Seorang manajer yang memutuskan untuk mengimplementasikan
sistem baru misalnya, bisa jadi termotivasi juga oleh ambisi pribadi untuk
meninggalkan legacy atau menunjukkan kapabilitas.
Mc Farland sendiri mengklasifikasikan keputusan berdasarkan
impact dan frekuensinya. Kategori ini sangat praktikal dan mudah diterapkan
dalam dunia kerja nyata.
Ini adalah keputusan-keputusan besar yang sifatnya sebagai
sebuah game-changing. Karakteristiknya:
Pertama, melibatkan komitmen jangka panjang dan relatif
permanen. Sekali keputusan dibuat, susah banget untuk diubah.
Kedua, derajat kepentingannya sangat tinggi one wrong move
could cost the company millions. Ketiga, biasanya melibatkan investasi besar,
baik itu uang, waktu, maupun sumber daya lainnya.
Contoh konkretnya? Penentuan lokasi pabrik baru, launching
produk yang sangat berbeda dari lini produk sekarang, adopsi teknologi baru
yang butuh pelatihan ulang seluruh karyawan, atau merger dengan perusahaan
lain.
Keputusan dasar ini adalah domain dari para petinggi
organisasi karena risikonya sangat besar dan butuh banyak informasi serta
analisis mendalam sebelum dieksekusi. Sekali salah, dampaknya bisa berpengaruh
ke seluruh organisasi.
Sebaliknya, keputusan rutin adalah keputusan sehari-hari
yang repetitif dan punya dampak terbatas terhadap organisasi secara
keseluruhan.
Proporsinya jauh lebih besar dibanding keputusan dasar bahkan
mungkin ratusan keputusan rutin terjadi setiap hari di satu perusahaan.
Tanggung jawab keputusan ini ada di tangan supervisor lini
pertama sampai middle manager. Contoh dari keputusan ini adalah manajer HRD
yang merekrut karyawan baru untuk posisi entry-level, memberikan approval cuti,
atau menentukan jadwal shift.
Meskipun namanya "rutin," bukan berarti keputusan
ini nggak penting. Akumulasi dari banyak keputusan rutin yang tepat bisa
significantly improve efficiency dan produktivitas organisasi.
4. H.A. Simon: Terprogram vs Tidak Terprogram
Simon adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam teori
pengambilan keputusan. Klasifikasinya terhadap keputusan sangat relevan
terutama di era digital sekarang.
Keputusan terprogram itu sederhananya keputusan yang memang
sudah ada manual book-nya. Prosedur sudah disistematisasi dalam program
tertentu karena masalahnya bersifat rutin dan berulang dengan pola yang sama.
Keputusan ini efektif untuk mengatasi masalah yang punya
hubungan sebab-akibat jelas. Misalnya saja jika inventory produk A di bawah 100
unit, maka order otomatis ke supplier. Jika karyawan absent lebih dari 3 hari
tanpa keterangan, maka lakukan prosedur XYZ.
Yang bikin keputusan ini adalah mereka yang konsisten dalam
operasi sehari-hari. Manajer personalia bikin keputusan tentang
ketenagakerjaan, manajer keuangan handle keputusan finansial jangka pendek,
manajer pemasaran eksekusi program-program marketing untuk boost sales.
Di era digital seperti sekarang, banyak keputusan terprogram
yang bahkan bisa diotomasi dengan software atau AI. Ini akan membebaskan divisi
sumber daya untuk fokus pada keputusan yang lebih strategis.
Nah, ini adalah kebalikannya. Keputusan tidak terprogram itu
sifatnya baru, tidak terstruktur, unik, dan kompleks. Artinya tidak ada
template atau SOP yang bisa langsung dipakai karena masalahnya belum pernah
muncul sebelumnya dengan cara yang sama.
Lalu apa yang dibutuhkan untuk keputusan semacam ini? Jawabannya
adalah kreativitas, intuisi, dan kepekaan tinggi terhadap nuansa masalah.
Inilah sebabnya keputusan tipe ini biasanya ada di tangan
top leader dan tidak bisa didelegasikan sembarangan. Setiap leader punya kombinasi
yang unik dari pengalaman, intuisi, dan risk app etite yang berbeda.
Contohnya perusahaan menghadapi krisis reputasi akibat viral
negatif di social media. Atau tiba-tiba ada disruption technology yang
mengancam core business mereka.
Atau pandemi global yang memaksa complete business model transformation. Semua ini butuh keputusan yang out of the box dan tidak ada precedent-nya.
Dari berbagai pendapat di atas, bisa kita simpulkan ada dua
tipe utama yaitu
Keputusan Operasional untuk mengatasi masalah rutin
dan berulang yang bisa distandarisasi penyelesaiannya. Dimana pengambil
keputusannya adalah pimpinan tingkat pertama atau middle management.
Keputusan Strategik untuk mengatasi masalah rumit,
kompleks, tidak terstruktur, dan butuh komitmen jangka panjang. Ini merupakan
wilayahnya top leader atau board of directors.
5. Irwin D. Bross: Tingkatan Keputusan
Bross punya pendekatan yang agak berbeda. Dia mengkategorikan
keputusan berdasarkan tingkat kompleksitas kognitifnya, dari yang paling basic
sampai yang paling rumit.
Ini adalah keputusan yang bersifat biologis atau fisiologis,
didasarkan pada gerak refleks atau insting. Contohnya kamu langsung mundur pas
ada mobil ngebut ke arah kamu, atau kamu secara otomatis menutup mata saat ada
sesuatu terbang ke wajah kamu.
Keputusan otomatis tidak melibatkan proses berpikir sadar.
Ini adalah tingkatan keputusan paling rendah dan pada dasarnya adalah mekanisme
survival yang built-in dalam tubuh kita.
Keputusan jenis ini tidak berubah atau disempurnakan karena
memang bukan hasil dari pertimbangan otak secara sadar.
Satu level di atas keputusan otomatis adalah keputusan
memori. Ini berdasarkan kemampuan mengingat wewenang dan tugas yang sudah
diberikan kepada kita.
Keputusan ini masih banyak menggunakan insting tapi bisa
dilatih dan diasah. Misalnya dalam konteks organisasi seorang perawat di rumah
sakit diberikan wewenang dan tugas dalam batas-batas tertentu.
Ketika menghadapi situasi yang sama berulang kali, mereka
jadi hafal dan bisa mengambil keputusan dengan cepat berdasarkan memory yang
mereka miliki.
Contoh lainya ketika customer service yang sudah hafal
prosedur menghandle komplain. Mereka jadi tidak perlu berpikir dari nol setiap
kali ada komplain masuk karena sudah ter-record di memory sebagai pattern
recognition.
Pelatihan yang berulang akan mempertajam kemampuan ini.
Semakin sering seseorang menghadapi situasi serupa, semakin cepat dan akurat
keputusan memori yang diambil.
Ini adalah tingkatan tertinggi dan paling rumit. Keputusan
kognitif dibuat berdasarkan ilmu pengetahuan dengan mempertimbangkan faktor
lingkungan, pengetahuan, dan pengalaman secara komprehensif.
Prosesnya sistematis dan terstruktur. Pertama, masalah
diidentifikasi dan dirumuskan dengan jelas. Kedua, berbagai alternatif solusi
dibuat. Ketiga, dengan mempertimbangkan informasi relevan yang ada, dipilih
satu alternatif yang paling tepat.
Tapi prosesnya tidak berhenti di situ. Setelah keputusan
diimplementasikan, harus ada monitoring berkelanjutan untuk membandingkan
antara rencana dengan realisasi. Kalau ada gap, perlu adanya penyesuaian dan
tindakan penanganan.
Keputusan kognitif ini adalah yang membedakan antara manusia
dan hewan. Ini adalah pinnacle of human decision-making capability yang
melibatkan reasoning, analisis, kreativitas, dan judgment.
Kenapa Memahami Tipe Keputusan Itu Penting?
Setelah membahas lima perspektif berbeda tentang tipe
keputusan, kamu mungkin akan bertanya kenapa sih kita perlu repot-repot mengklasifikasikannya
kayak gini? Jawabannya simpel tapi juga powerful yaitu dengan memahami tipe
keputusan, kita bisa:
Mengalokasikan resources dengan lebih efisien. Keputusan
rutin tidak perlu melibatkan CEO. Dan sebaliknya, keputusan strategik tidak
bisa cuma diserahkan ke junior staff.
Mempercepat proses decision making. Kalau sudah jelas tipe
keputusannya, kita akan tahu harus menggunakan pendekatan apa dan siapa yang
harus involved.
Mengurangi risiko kesalahan. Setiap tipe keputusan punya
karakteristik dan potensi risiko yang berbeda. Dengan memahami ini, kita bisa
lebih berhati-hati di area yang memang high-risk.
Mengembangkan talent di organisasi. Kita bisa melati orang sesuai dengan level keputusan yang jadi
tanggung jawab mereka. Fresh graduate bisa dilatih untuk keputusan operasional,
sementara high potentials disiapkan untuk keputusan strategik.
Meningkatkan accountability. Kalau sudah jelas siapa yang
harus membuat suatu keputusan, jadi lebih mudah untuk hold people accountable.
Tips Praktis: Match Your Decision to Your Position
Buat kamu yang lagi naik tangga karir, penting banget untuk memahami
tipe keputusan yang sesuai dengan posisi kamu sekarang dan yang akan kamu ambil
nanti.
Kalau kamu di entry level, fokus pada mastering keputusan
rutin dan terprogram. Bangun kompetensi kamu di sini karena ini adalah fondasi-nya.
Pelajari sistemnya, pahami prosedurnya dan lakukanlah dengan konsisten.
Kalau kamu middle management, kamu berada di zona transisi.
Kamu handle mix antara keputusan operasional dan mulai terlibat dalam keputusan
yang lebih strategis.
Di sini adalah posisi diaman kamu mengembangkan kemampuan
keputusan strategik sembari memastikan operasional tetap berjalan dengan baik.
Kalau kamu senior leadership, kamu harus nyaman dengan
keputusan tidak terprogram dan strategik. Kamu akan deal dengan ambiguity,
uncertainty, dan high-stakes situations. Diaman intuisi, pengalaman, dan
penilaian menjadi krusial di level ini
Know Your Decisions, Know Your Impact
Pengambilan keputusan adalah jantung dari manajemen. Setiap
hari, di setiap level organisasi, keputusan-keputusan dibuat yang secara
kolektif menentukan arah dan kesuksesan perusahaan.
Dengan memahami berbagai tipe keputusan ini dari berbagai perspektif
Scott & Mitchell, Chester Barnard, Mc Farland, H.A. Simon, sampai Irwin D.
Bross. Kita punya framework yang komprehensif untuk menavigasi kompleksitas decision
making dalam oraganisasi.
Tapi ingat, tidak ada satu tipe keputusan yang lebih penting
dari yang lain. Keputusan rutin yang dieksekusi dengan baik sama pentingnya
dengan keputusan strategik yang brilian.
Yang penting adalah memastikan keputusan yang benar di ambil
oleh orang yang benar dan di waktu yang tepat dengan pendekatan yang tepat. Dan
semua itu dimulai dengan pemahaman akan apa tipe keputusan yang sedang kamu
hadapi?
Jadi next time ketika kamu harus ambil keputusan di kantor,
pikirkan dulu ini termasuk tipe keputusan yang mana? Apa pendekatan yang paling
tepat? Siapa yang seharusnya involved? Dengan kesadaran ini, kamu bakal jadi
decision maker yang lebih efektif dan impactful.



Posting Komentar