Pernahkah kamu bertanya-tanya menapa konsumen indonesia memilih satu produk dibanding yang lain? Dan mengapa seseorang bisa langsung membeli produk yang baru dilihat di media sosial, sementara yang lain membutuhkan waktu lama hanya untuk memutuskan?
Dari data terbaru dari TGM research 2024 menunjukkan
fenomena menarik dimana 77% konsumen Indonesia lebih suka mencoba metode
belanja digital baru, seperti memesan kebutuhan sehari-hari melalui aplikasi.
Angka tersebut adalah cerminan dari revolusi perilaku
konsumen Indonesia yang sedang terjadi. Bagi para pemilik bisnis maupun
marketer, pemahaman pola ini sangat krusial untuk merancang strategi yang tepat
sasaran dan menguntungkan.
Maka dari itu pada artikel kali ini, kita akan membedah tuntas
bagaimana sih caranya konsumen Indonesia berpikir, merasakan, dan akhirnya
memutuskan untuk membeli atau menggunakan produk maupun jasa.
Kita akan mengeksplorasi mulai dari faktor psikologis yang
tersembunyi hingga proses pengambilan keputusan yang kompleks. Semuanya akan kita
bahas dengan bahasa yang mudah dipahami disertai contoh-contoh nyata dari
kehidupan sehari-hari.
Apa Itu Consumer Behavior? Definisi dan Konsep Dasar
Consumer behavior atau perilaku konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan membuang produk, layanan, ide, atau pengalaman untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan mereka.
Sederhananya, perilaku konsumen adalah suatu ilmu yang
mempelajari "mengapa konsumen melakukan apa yang mereka lakukan"
ketika mereka berhadapan dengan berbagai pilihan di pasar.
Hal-hal tersebut mencakup seluruh perjalanan konsumen mulai
dari menyadari kebutuhan, mencari informasi, membandingkan alternatif, hingga
memutuskan untuk membeli atau tidak membeli.
Dalam konteks Indonesia yang multikultural dan beragam,
memahami perilaku konsumen akan menjadi tantangan yang cukup kompleks namun
disisi lain hal ini juga lebih menarik.
Misalnya, seseorang konsumen yang ada di Jakarta bisa saja
memiliki pola perilaku yang berbeda dengan konsumen yang ada di Medan atau
Makassar, meskipun mereka membeli produk yang sama.
Lalu mengapa
pemahaman akan consumer behavior begitu penting? Iyaa, hal ini karena
dengan memahaminya, sebuah bisnis dapat:
- Mengembangkan
produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen
- Merancang
strategi pemasaran yang efektif
- Menentukan
harga yang tepat
- Memilih
saluran distribusi yang optimal
- Membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan
Model Stimulus-Response: Memahami Proses Perilaku
Konsumen
Nah, untuk membantu kita memahami bagaimana konsumen
berperilaku dengan lebih baik, kita bisa menggunakan model stimulus-response.
Model ini menjelaskan bagaimana stimulus dari luar mempengaruhi proses internal
konsumen dan akhirnya menghasilkan keputusan pembelian.
1. Marketing Stimulus (Rangsangan Pemasaran)
Marketing stimulus adalah semua elemen marketing mix yang
dirancang perusahaan untuk mempengaruhi konsumen. Elemen-elemen tersebut
meliputi :
Product : Kualitas, fitur, desain, kemasan, dan
variasi produk yang ditawarkan. Contohnya, ketika Xiaomi meluncurkan smartphone
dengan spesifikasi tinggi tapi harga terjangkau, ini menjadi stimulus produk
yang kuat untuk konsumen Indonesia yang value-oriented.
Price : Strategi pricing, diskon, cashback, dan
program cicilan. Di Indonesia, konsep “mendang-mending” atau value for money
sering kali sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Place : Kemudahan dalam akses produk, baik offline
maupun online. Kehadiran e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada telah
banyak mereformasi bagaimana ekspektasi konsumen tentang kemudahan berbelanja.
Promotion : Iklan, sales promotion, public relations,
dan personal selling. Hingga kini penggunaan influencer dan endorsement
selebriti masih sangat efektif di Indonesia.
2. Other Stimulus (Rangsangan Lainnya)
Selain dari sisi stimulus marketing, konsumen juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal lainnya antara lain:
Ekonomi: Kondisi ekonomi makro, inflasi, daya beli
masyarakat. Artinya ketika ekonomi sedang sulit, konsumen cenderung peka dan
lebih selektif dalam mencari produk dengan nilai terbaik.
Teknologi: Perkembangan teknologi digital, kemudahan
pembayaran elektronik, dan platform media sosial yang terus berkembang.
Kemajuan-kemajuan ini telah banyak merevolusi bagaimana konsumen berperilaku.
Politik dan Hukum: Sebuah kebijakan pemerintah,
regulasi, serta stabilitas politik yang
mempengaruhi kepercayaan konsumen.
Sosial Budaya: Tren lifestyle, perubahan nilai-nilai
sosial, dan pengaruh budaya pop yang semakin global namun tetap dengan cita
rasa lokal.
3. Consumer Psychology (Psikologi Konsumen)
Hal ini adalah proses internal yang terjadi di dalam pikiran
seorang konsumen sendiri ketika mereka menerima stimulus. Meliputi :
- Motivasi
dan dorongan untuk membeli
- Persepsi
terhadap produk dan merek
- Proses
pembelajaran dari pengalaman sebelumnya
- Sikap
dan keyakinan terhadap merek
- Memori
tentang pengalaman berbelanja
4. Consumer Characteristics (Karakteristik Konsumen)
Selain psikologi, faktor lainnya yang juga berpengaruh
terhadap bagaimana cara konsumen merespons suatu stimulus adalah karakteristik.
Hal ini karena setiap konsumen memiliki karakteristik unik. Contohnya :
- Demografi
(usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan)
- Geografis
(lokasi tinggal, iklim, kepadatan penduduk)
- Psikografis
(gaya hidup, nilai-nilai, kepribadian)
- Behavioral
(tingkat penggunaan, loyalitas, manfaat yang dicari)
5. Buying Decision Process (Proses Keputusan Pembelian)
Selanjutnya setelah stimulus diproses melalui psikologi dan
karakteristik konsumen, Maka kemudian muncullah proses pengambilan keputusan
yang meliputi:
- Pengenalan
kebutuhan
- Pencarian
informasi
- Evaluasi
alternatif
- Keputusan
pembelian
- Perilaku
pasca pembelian
6. Decision (Keputusan Pembelian)
Dan terakhir adalah hasil akhir dari seluruh proses yakni
keputusan pembelian yang mencakup:
- Merek
apa yang dibeli
- Di
mana membeli
- Kapan
membeli
- Berapa
banyak yang dibeli
- Bagaimana cara pembayarannya
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Memahami perilaku konsumen memang kompleks ada banyak faktor
yang mempengaruhinya. Berbagai faktor tersebut saling berinteraksi dan
mempengaruhi keputusan pembelian. Maka memahami faktor-faktor ini akan membantu
bisnis merancang strategi yang lebih efektif.
1. Faktor Budaya
Budaya adalah faktor fundamental yang paling kuat dalam
membentuk perilaku konsumen. Di Indonesia yang memiliki lebih dari 300 suku
bangsa, pengaruh budaya sangat beragam dan kompleks.
Budaya Nasional: Nilai-nilai Pancasila, gotong
royong, dan keramahan menjadi bagian dari karakter konsumen Indonesia. Konsumen
Indonesia cenderung mengutamakan harmoni, menghormati hierarki, dan menghargai
hubungan personal dalam berbisnis.
Sub-budaya: karena Indonesia merupakan multikultural
sudah barang tentu setiap daerah memiliki karakteristik unik sendiri. contohnya,
orang Jawa cenderung lebih halus dalam komunikasi dan mengutamakan kesopanan,
sementara konsumen Batak lebih direct dan tegas dalam negosiasi.
Kelas Sosial: pembagian masyarakat berdasarkan
pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan mempengaruhi pola konsumsi. Kelas
menengah atas cenderung lebih brand-conscious, sementara kelas menengah bawah
lebih price-sensitive.
Agama: Seperti yang kita tahu Indonesia dengan
mayoritas penduduk Muslim, nilai-nilai agama sangat mempengaruhi perilaku
konsumen. Produk halal, banking syariah, dan fashion yang sesuai dengan nilai
agama menjadi pertimbangan penting.
2. Faktor Sosial
Faktor berikutnya yang mempengaruhi adalah faktor sosial,
hal ini tak lepas dari fakta bahwa manusia adalah makhluk sosial. sehingga
lingkungan sosial sangat mempengaruhi perilaku pembelian.
Keluarga: Unit terkecil namun pengaruhnya sangat
besar. Di Indonesia, keputusan pembelian sering kali melibatkan diskusi
keluarga, terutama untuk produk-produk besar seperti rumah, mobil, atau
pendidikan anak.
Kelompok Referensi: Teman, rekan kerja, komunitas
online, dan influencer media sosial menjadi sumber referensi yang kuat. Adanya
fenomena seperti "FOMO" (Fear of Missing Out) sering kali mendorong
konsumen untuk mengikuti tren yang sedang viral.
Peran dan Status: Ada kalanya posisi seseorang dalam
masyarakat mempengaruhi jenis produk yang mereka konsumsi. Misalnya eorang
eksekutif muda mungkin akan membeli gadget terbaru untuk mendukung image
profesionalnya.
Opinion Leaders: Peran tokoh masyarakat, selebriti,
atau key opinion leaders (KOL) memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini
dan preferensi konsumen.
3. Faktor Personal
Nah selain faktor budaya dan sosial, faktor lainnya yang
juga sangat berpengaruh adalah faktor personal yakni karakteristik unik yang melekat
dalam diri setiap individu dan mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
Demografi: Usia, jenis kelamin, ukuran keluarga,
siklus hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, dan agama. Contohnya,
generasi Z Indonesia memiliki pola konsumsi yang berbeda dengan generasi X atau
Baby Boomers.
Ekonomi: Kondisi keuangan personal, termasuk
penghasilan, tabungan, aset, dan akses terhadap kredit. Namun kini dengan
semakin mudahnya akses paylater dan fintech lending, pola konsumsi masyarakat
Indonesia ikut berubah signifikan.
Gaya Hidup: Aktivitas, minat, dan opini seseorang. Misalnya
seorang konsumen yang aktif di media sosial akan memiliki pola konsumsi yang
berbeda dengan mereka yang lebih tradisional.
Kepribadian: Karakteristik psikologis yang
mempengaruhi respons terhadap lingkungan. Ada konsumen yang risk-taker, ada
yang risk-averse, ada yang suka mencoba hal baru, ada yang loyal terhadap merek
tertentu.
4. Faktor Psikologis
Faktor ke empat adalah psikologis yang merupakan proses
mental internal seorang konsumen yang mempengaruhi bagaimana mereka memproses
informasi dan membuat keputusan.
Motivasi: Dorongan internal yang menggerakkan
seseorang untuk bertindak. Dapat berupa kebutuhan dasar (fisiologis, keamanan)
hingga kebutuhan aktualisasi diri.
Persepsi: Bagaimana seseorang menginterpretasikan
informasi yang diterima. Dua orang dapat melihat iklan yang sama namun memiliki
persepsi yang berbeda.
Pembelajaran: Perubahan perilaku berdasarkan
pengalaman. Contohnya seorang konsumen yang pernah kecewa dengan suatu merek
cenderung akan menghindarinya di masa depan.
Sikap: Evaluasi positif atau negatif terhadap produk,
merek, atau ide. Sikap relatif sulit diubah dan mempengaruhi keputusan jangka
panjang.
5. Faktor Situasional
Faktor situasional adalah sebuah kondisi temporer yang
mempengaruhi perilaku konsumen pada saat tertentu.
Situasi Pembelian: Pembelian mendesak tentu akan
berbeda dengan pembelian yang direncanakan. Konsumen yang berbelanja dalam
kondisi terburu-buru seringkali menjadi kurang rasional.
Lingkungan Fisik: Suasana toko, musik, pencahayaan,
dan aroma dapat mempengaruhi mood dan keputusan pembelian mereka.
Waktu: Hari, jam, musim, atau momen khusus (Ramadan,
Natal, Lebaran) mempengaruhi pola konsumsi.
Kondisi Ekonomi Saat Ini: Pandemi COVID-19 adalah
contoh nyata bagaimana situasi global dapat mengubah perilaku konsumen secara
drastis.
Kunci Proses Psikologi dalam Perilaku Konsumen
Apakah kamu sadar bahwa dari awal pembahasan artikel ini
hingga sekarang faktor psikologi selalu disebut? Iyaa, simpelnya karena faktor
ini memang sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumen.
Maka dari itu untuk benar-benar memahami consumer behavior,
kita perlu menyelami proses psikologis yang terjadi dalam pikiran konsumen.
Selanjutnya kita akan membahas lima elemen kunci dalam
proses psikologi konsumen yakni motivasi, persepsi, pembelajaran, emosi, dan
memori.
1. Motivasi: Penggerak Utama Perilaku Konsumen
Motivasi adalah kekuatan internal yang mendorong seseorang
untuk bertindak guna memenuhi kebutuhan atau keinginannya. Dalam konteks
consumer behavior, motivasi menjelaskan "mengapa" konsumen ingin
membeli produk tertentu.
Ada banyak sekali teori motivasi yang menjelaskan tentang
dorongan apa yang dimiliki setip individu untuk melakukan sesuatu. Nah, berikut
adalah beberapa teori yang relevan dengan perilaku konsumen.
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow: Meski terhitung sebagai
teori klasik, namun teori ini masih sangat relevan untuk memahami motivasi
konsumen Indonesia.
Konsumen dengan ekonomi menengah ke bawah masih fokus pada
kebutuhan seperti makanan dan tempat tinggal, sementara kelas menengah atas
sudah bergerak ke kebutuhan aktualisasi diri seperti barang branded.
Motivasi Rasional vs Emosional: Konsumen Indonesia
sering mengalami konflik antara motivasi rasional (harga, kualitas, manfaat)
dengan motivasi emosional (gengsi, keinginan diterima kelompok, kebahagiaan).
Contohnya, kita sering kali dapat menjumpai seseorang yang membeli
smartphone flagship demi gengsi mereka meski sebenarnya smartphone menengah
sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
Motivasi Hedonic vs Utilitarian: kita bisa menemui
ada konsumen yang membeli untuk kesenangan (hedonic) dan ada yang membeli untuk
fungsi praktis (utilitarian). Fenomena shopping therapy atau retail therapy
semakin umum di kalangan urban Indonesia.
2. Persepsi: Bagaimana Konsumen Memahami Dunia
Persepsi adalah proses bagaimana individu memilih,
mengorganisasi, dan menginterpretasikan informasi untuk menciptakan gambaran
yang bermakna tentang dunia. Berikut adalah beberapa contoh persepsi dalam
perilaku konsumen.
Selective Attention: Konsumen hanya memperhatikan
stimulus yang relevan dengan kebutuhan mereka. Inilah mengapa remarketing ads
sangat efektif, mereka menargetkan konsumen yang sudah menunjukkan minat.
Selective Distortion: Konsumen menginterpretasikan
informasi sesuai dengan kepercayaan yang sudah ada. Contohnya fans Apple akan
cenderung melihat segala sesuatu tentang iPhone secara positif, bahkan ketika
ada kelemahan yang objektif.
Selective Retention: Konsumen lebih mudah mengingat
informasi yang mendukung keyakinan mereka. Pengalaman positif dengan suatu
merek akan lebih mudah diingat dibanding pengalaman negatif dengan merek competitor.
Persepsi Kualitas: Di Indonesia, persepsi kualitas
sering dikaitkan dengan harga. Produk yang terlalu murah kadang dipersepsikan
berkualitas rendah, sementara produk mahal dipersepsikan berkualitas tinggi
3. Pembelajaran:
Mengubah Perilaku Berdasarkan Pengalaman
Yang ketiga adalah pembelajaran, maksudnya adalah pembelajaran
konsumen yang di terima oleh konsumen melalui berbagai pengalaman, baik
langsung maupun tidak langsung. Contohnya :
Classical Conditioning: Asosiasi antara stimulus dan
respons. Contohnya slogan "Indomie Seleraku" yang mudah diingat
membuat konsumen langsung teringat produk ketika mendengar melodi tersebut.
Operant Conditioning: Perilaku yang diperkuat oleh
konsekuensi positif akan diulangi. Program loyalty reward, cashback, dan poin
yang dapat ditukar adalah implementasi dari prinsip ini.
Observational Learning: Belajar melalui observasi
terhadap orang lain. Influencer marketing bekerja dengan prinsip ini, dimana
konsumen meniru perilaku pembelian yang mereka lihat dari figure yang mereka
kagumi.
Cognitive Learning: Pembelajaran melalui pemecahan
masalah dan pemikiran. Review produk, membandingkan produk, dan research online
adalah contoh cognitive learning.
4. Emosi: Kekuatan yang Sering Terabaikan
Dalam perilaku konsumen sebenarnya emosi memainkan peran
yang sangat besar dalam keputusan pembelian, bahkan untuk produk yang tampaknya
rasional. Beberapa contoh dari dari pengaruh emosi ini antara lain :
Positive Emotions: Kebahagiaan, kegembiraan, rasa
bangga, dan rasa puas dapat mendorong pembelian impulsif. Misalnya pada festival
belanja seperti 11.11 atau 12.12 dirancang untuk menciptakan emosi positif
melalui gamifikasi dan urgency.
Negative Emotions: Takut, cemas, atau merasa tidak
aman juga bisa menjadi motivator pembelian. Produk-produk seperti asuransi, kesehatan,
dan security system sering menggunakan fear appeal dalam marketingnya.
Social Emotions: Rasa ingin diterima kelompok, takut
ketinggalan tren (FOMO), atau ingin menunjukkan status sosial adalah emosi
sosial yang kuat dalam budaya kolektif Indonesia.
Emotional Branding: Merek-merek sukses di Indonesia
seperti Gudang Garam, Teh Botol Sosro, atau Indomie berhasil menciptakan ikatan
emosional yang kuat dengan konsumen melalui storytelling yang menyentuh
nilai-nilai budaya lokal.
5. Memori: Penyimpan Pengalaman Konsumen
Elemen kunci proses psikologi yang terakhir adalah memori,
hal ini karena memori konsumen menentukan bagaimana mereka mengingat dan
mengevaluasi produk atau merek. Berikut adalah beberapa jenis memori konsumen :
Sensory Memory: Memori jangka pendek yang berkaitan
dengan panca indera. Aroma kopi di Starbucks, tekstur kain di Uniqlo, atau
suara khas notifikasi WhatsApp adalah contoh sensory memory yang kuat.
Short-term Memory: Informasi yang disimpan sementara
dan mudah hilang. Inilah mengapa frequency dalam pengiklanan sangat penting.
Hal itu bertujuan untuk memindahkan informasi dari short-term ke long-term
memory.
Long-term Memory: Penyimpanan informasi jangka
panjang yang relatif permanen. Brand equity dibangun di sini. Merek seperti
Aqua sudah menjadi generic name maksudnya orang Indonesia cenderung menyebut
aqua untuk air mineral.
Episodic vs Semantic Memory: Episodic memory
berkaitan dengan pengalaman pribadi misalnya pertama kali makan di McDonald's,
sementara semantic memory berkaitan dengan pengetahuan faktual seperti McDonald's
adalah fast food. Brand experience yang memorable akan tersimpan sebagai
episodic memory yang kuat.
Proses Pembelian Konsumen: Model 5 Tahap
Inti dari studi perilaku konsumen adalah memahami bagaimana
konsumen membuat keputusan pembelian. Maka dari itu selanjutnya mari kita bahas
proses pembelian konsumen melalui model 5 tahap.
Melalui model 5 tahap proses pembelian nantinya akan
membantu kita dengan memberikan gambaran framework yang komprehensif untuk
memahami perjalanan konsumen dari awal hingga akhir.
1. Tahap: Pengenalan Masalah (Problem Recognition)
Proses pembelian dimulai ketika konsumen menyadari adanya
kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diinginkan. Pengenalan
masalah ini dapat dipicu oleh faktor internal maupun eksternal.
Contoh dari pemicu Internal antara lain seperti kebutuhan
dasar seperti lapar, haus, atau lelah. Perubahan hidup seperti menikah, pindah
kerja, atau memiliki anak. Aspirasi pribadi seperti ingin terlihat lebih muda
atau lebih sukses.
Sementara itu contoh dari pemicu eksternal yakni iklan
yang menampilkan lifestyle, rekomendasi teman, atau melihat produk baru di
toko. Selian itu social media juga sering menjadi pemicu eksternal yang kuat,
dengan melihat postingan teman berlibur bisa memicu keinginan untuk traveling.
Dengan memanfaat hal tersebut berikut adalah contoh
Aplikasi untuk Bisnis:
- Timing
iklan yang tepat (jam makan siang untuk food delivery)
- Content
marketing yang mengangkat pain points konsumen
- Seasonal
campaign yang relevan dengan kebutuhan spesifik
2. Tahap: Pencarian Informasi (Information Search)
Setelah menyadari adanya masalah, biasanya konsumen akan mulai
mencari informasi untuk memecahkan masalah tersebut. Nah, di era digital
seperti sekarang tahap ini menjadi semakin kompleks dan beragam. Beberapa
contohnya adalah :
Internal Search: yakni menggunakan memori dan
pengalaman sebelumnya. Umumnya konsumen loyal akan langsung mengingat merek
favorit mereka.
External Search yaitu mencari informasi dari sumber
eksternal, pencarian ini dapat dibagi menjadi sumber antara lain :
Personal Sources : Pencairan melalui koneksi pribadi
seperti keluarga, teman, dan rekan kerja. Di Indonesia sendiri, word-of-mouth
masih sangat kuat pengaruhnya. Rekomendasi dari orang terdekat sering lebih
dipercaya dibanding iklan.
Commercial Sources: Pencarian melalui Iklan, website
perusahaan, dan sales representative. Meski pencarian melalui sumber ini sering
dicurigai bias, sumber komersial tetap penting untuk memberikan informasi
detail.
Public Sources: pencarian melalui media massa,
consumer organizations, government agencies, dan expert reviews. Contohnya
adalah Review dari tech reviewer seperti Jagat Review atau Pricebook akan sangat
berpengaruh untuk produk teknologi.
Experiential Sources: memegang, menguji, atau
menggunakan produk. Test drive mobil, trial produk skincare, atau free sample
makanan adalah contoh experiential sources.
Digital Information Search: ini adalah yang paling
sering digunakan pencarian melalui search engine, e-commerce platforms, social
media, dan aplikasi comparison shopping. Saat ini Google, YouTube, dan Instagram menjadi sumber
informasi utama konsumen Indonesia.
3. Tahap : Evaluasi Alternatif (Evaluation of
Alternatives)
Setelah konsumen selesai mengumpulkan informasi, maka
langkah mereka berikutnya adalah mengevaluasi berbagai pilihan yang tersedia
berdasarkan kriteria tertentu. Nah berikut adalah penjabaran dari proses
evaluasi berjalan.
Evoked Set adalah kumpulan merek yang dipertimbangkan
konsumen. Biasanya hanya 3-5 merek yang masuk evoked set. Tujuan marketing
adalah memastikan merek masuk dan tetap berada di evoked set konsumen.
Evaluative Criteria adalah atribut yang digunakan
konsumen untuk mengevaluasi alternatif. Kriteria ini bisa berbeda untuk setiap
konsumen dan kategori produk, contoh atributnya yakni :
- Functional
Attributes: Kualitas, durability, performance, price, warranty
- Emotional
Attributes: Brand image, status symbol, self-expression
- Social
Attributes: Social approval, environmental responsibility, ethical
considerations
Kompensatory vs Non-Kompensatory Models:
Compensatory adalah kelemahan di satu atribut bisa
dikompensasi dengan kelebihan di atribut lain. Smartphone dengan kamera biasa
bisa diterima jika harganya sangat menarik.
Non-Compensatory: Ada atribut yang tidak bisa
dikompensasi. Jika budget maksimal Rp 5 juta, maka produk dengan harga Rp 6
juta akan langsung tereliminasi tanpa mempertimbangkan atribut lain.
Multi-Attribute Attitude Models: Konsumen memberikan
bobot berbeda untuk setiap atribut berdasarkan kepentingannya. Untuk working
mom, kriteria "mudah digunakan" mungkin lebih penting dibanding
"fitur lengkap".
4. Tahap Keputusan Pembelian (Purchase Decision)
Setelah konsumen selesai melakukan evaluasi, konsumen
umumnya akan membuat keputusan pembelian yang mencakup lima sub-keputusan yaitu
:
Brand Decision: Merek mana yang akan dibeli.
Keputusan ini dipengaruhi oleh hasil evaluasi alternatif, tetapi bisa berubah
di detik terakhir karena faktor situasional.
Vendor Decision: Di mana akan membeli. Online vs
offline, toko resmi vs marketplace, toko besar vs toko kecil. Faktor seperti
kemudahan, harga, pelayanan, dan kepercayaan mempengaruhi keputusan ini.
Quantity Decision: Berapa banyak yang akan dibeli.
Buy one get one, bulk discount, atau minimum order dapat mempengaruhi quantity
decision.
Timing Decision: Kapan akan membeli. Flash sale, pay
day, atau seasonal discount dapat mempengaruhi timing decision.
Payment Method Decision: Bagaimana cara
pembayarannya. Cash, credit card, debit card, e-wallet, paylater, atau
installment. Di Indonesia, kemudahan pembayaran sering menjadi deal breaker.
Intervening Factors: Selain hal-hal tersebut ada faktor-faktor lain yang bisa
mengubah keputusan di menit terakhir:
- Attitude
of Others: Pendapat orang terdekat yang bertentangan dengan keputusan
awal
- Unanticipated
Situational Factors: Perubahan kondisi keuangan, availability produk,
atau emergency lain
- Perceived
Risk: Keraguan terhadap keputusan yang sudah dibuat.
5. Tahap Perilaku Pasca Pembelian (Post-Purchase
Behavior)
Proses tidak berhenti setelah pembelian. Perilaku pasca
pembelian sangat penting untuk customer retention dan word-of-mouth. Berikut
adalah beberapa perilaku yang umumnya timbul setelah konsumen melakukan
pembelian.
Post-Purchase Satisfaction: Perbandingan antara
ekspektasi sebelum pembelian dengan performance aktual produk.
- Confirmation:
Performance sesuai ekspektasi → Satisfaction
- Positive
Disconfirmation: Performance melebihi ekspektasi → Delight
- Negative
Disconfirmation: Performance di bawah ekspektasi → Dissatisfaction
Cognitive Dissonance: Perasaan tidak nyaman setelah
membeli, terutama untuk high-involvement purchase. Konsumen akan mencari
informasi yang mendukung keputusan mereka dan menghindari informasi yang
bertentangan.
Post-Purchase Actions:
Satisfied Customers akan:
- Melakukan
repeat purchase
- Memberikan
positive word-of-mouth
- Menjadi
brand advocates
- Kurang
sensitif terhadap competitive offers
Dissatisfied Customers akan:
- Complain
kepada perusahaan
- Memberikan
negative word-of-mouth
- Switch
ke competitor
- Melakukan
negative online reviews
Customer Disposal Behavior: Bagaimana konsumen
membuang atau mendaur ulang produk setelah selesai digunakan. Isu
sustainability semakin penting bagi konsumen Indonesia, terutama generasi
milenial dan Gen Z.
Implikasi Praktis untuk Bisnis Indonesia
Memahami consumer behavior bukan sekadar teori akademis,
tetapi harus diterjemahkan menjadi strategi bisnis yang konkret dan
menguntungkan. Berikut adalah implikasi praktis yang dapat diaplikasikan oleh
bisnis di Indonesia.
1. Strategi Segmentasi yang Tepat
Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen, bisnis dapat melakukan segmentasi yang lebih akurat dan efektif.
Tidak cukup hanya berdasarkan demografi, tetapi perlu mempertimbangkan
psikografi, behavioral, dan cultural factors.
2. Pengembangan Produk yang Customer-Centric
Proses pengenalan masalah dalam consumer decision journey
memberikan insight berharga untuk product development. Produk yang sukses
adalah produk yang memecahkan masalah nyata konsumen.
3. Strategi Komunikasi yang Resonan
Memahami proses psikologi konsumen membantu merancang pesan
marketing yang lebih efektif. Apakah lebih baik menggunakan rational appeal
atau emotional appeal? Bagaimana cara mengubah persepsi konsumen terhadap
merek?
4. Optimasi Customer Journey
Model 5 tahap pembelian memberikan roadmap untuk
mengoptimasi setiap touchpoint dalam customer journey. Dari awareness building
hingga post-purchase engagement, setiap tahap memerlukan strategi yang
spesifik.
5. Membangun Brand Loyalty
Consumer behavior insights membantu memahami apa yang membuat konsumen loyal dan apa yang membuat mereka switch. Loyalty bukan hanya tentang repeat purchase, tetapi juga emotional attachment dan advocacy.
Consumer behavior adalah fondasi dari semua strategi
pemasaran yang sukses. Di era digital yang penuh dengan pilihan dan informasi,
memahami bagaimana konsumen berpikir, merasakan, dan membuat keputusan menjadi
lebih penting dari sebelumnya.
Bisnis yang mampu memahami dan mengantisipasi perilaku
konsumen akan memiliki competitive advantage yang signifikan. Mereka dapat
mengembangkan produk yang lebih sesuai kebutuhan, merancang strategi pemasaran
yang lebih efektif, dan membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan.
Ingatlah bahwa consumer behavior terus berkembang seiring
dengan perubahan teknologi, ekonomi, dan sosial budaya. Yang relevan hari ini
belum tentu relevan besok. Oleh karena itu, pemahaman tentang consumer behavior
harus menjadi pembelajaran yang berkelanjutan, bukan pengetahuan sekali jadi.
FAQ: Pertanyaan Umum Tentang Consumer Behavior
Q: Apakah perilaku konsumen Indonesia berbeda dengan
konsumen negara lain? A: Ya, sangat berbeda. Konsumen Indonesia memiliki
karakteristik unik karena pengaruh budaya kolektif, religius, dan
multikultural. Konsumen Indonesia cenderung lebih relationship-oriented,
price-sensitive, dan dipengaruhi kuat oleh social proof.
Q: Bagaimana cara mengukur efektivitas strategi
berdasarkan consumer behavior? A: Gunakan metrik yang relevan dengan setiap
tahap consumer journey: brand awareness (recognition stage), consideration rate
(information search), conversion rate (purchase decision), dan customer
lifetime value (post-purchase behavior).
Q: Apakah teori consumer behavior masih relevan di era
digital? A: Sangat relevan, bahkan lebih kompleks. Digital transformation
mengubah HOW konsumen berperilaku tetapi tidak mengubah WHY mereka berperilaku.
Motivasi dasar manusia tetap sama, yang berubah adalah channel dan
touchpoint-nya.
Q: Bagaimana menerapkan consumer behavior untuk bisnis
kecil dengan budget terbatas? A: Fokus pada research sederhana tapi
mendalam: interview dengan existing customers, observasi langsung, analisis
competitor, dan memanfaatkan free tools seperti Google Analytics dan social
media insights.
Q: Seberapa sering perilaku konsumen berubah? A:
Preferensi dan tren dapat berubah cepat (bulanan), tetapi nilai-nilai dasar dan
motivasi intrinsik berubah sangat lambat (tahunan hingga generasional). Penting
untuk membedakan antara surface changes dan fundamental shifts.
Posting Komentar