Coba bayangkan ketika kamu bangun tidur di pagi hari, dan tiba-tiba ada notif handphone, bahwa boss kamu mengumumkan "Kita akan mengubah total cara kerja kita." Deg-degan, kan? Atau malah langsung pengen resign?
Reaksi itu wajar banget terjadi kok. Perubahan memang
menakutkan dan bahkan untuk sekelas organisasi-organisasi besar. Tapi inilah
realitanya, pada dunia bisnis modern kita harus mampu berubah dan beradaptasi
atau mati.
Contohnya saja Kodak yang dulu raksasa fotografi sekarang
tinggal kenangan, sementara Nokia yang pernah menjadi raja di pasar ponsel
sekarang cuma jadi pelajaran di kelas bisnis tentang apa yang terjadi kalau kita
tidak berani berubah.
Pertanyaan yang muncul bukan lagi "apakah kita perlu berubah?", tapi "bagaimana kita mengelola perubahan agar tidak chaos?"
Di sinilah strategi perubahan organisasi menjadi kunci survival. Maka dari itu mari
kita eksplorasi bagaimana organisasi bisa bertransformasi tanpa hancur di
tengah jalan.
Memahami Esensi Perubahan Organisasi
Perubahan itu punya manfaat besar bagi kelangsungan hidup organisasi. Tanpa perubahan, organisasi akan stagnan dan akhirnya punah, iyap sesederhana itu.
Dan perubahan sendiri bisa dibedakan menjadi dua kategori besar yaitu perubahan
berencana dan perubahan tidak berencana.
Perubahan berencana adalah yang didesain dengan matang,
punya roadmap jelas, dan dieksekusi secara sistematis. Ini seperti renovasi
rumah yang sudah direncanakan dari jauh-jauh hari, jadi kita sudah tahu budget,
timeline, dan hasil akhir yang diinginkan.
Kedua perubahan tidak berencana yang datang tiba-tiba,
memaksa organisasi bereaksi cepat. Contohnya pada saat pandemi COVID-19 yang
memaksa semua orang mendadak menjadi work from home. Diaman ga ada rencana, ga
ada persiapan tapi harus tetap jalan.
Yang menarik, menurut Corner, perubahan juga bisa
dikategorikan berdasarkan jenisnya. Ada introduksi teknologi baru seperti
ketika perusahaan mulai pakai AI.
Ada juga Total Quality Management (TQM) yang fokus pada
perbaikan kualitas berkelanjutan. Dan ada Business Process Reengineering (BPR)
yang melakukan desain ulang radikal terhadap proses bisnis.
Selain itu, perubahan juga bisa dilihat dari sifatnya yakni incremental
change yang bertahap dan gradual, atau fundamental change yang drastis dan
mengubah banyak hal sekaligus.
Ada juga tempered radical change, structural change,
cyclical change, hingga emergent change yang muncul secara organik tanpa
direncanakan sebelumnya.
Karakteristik Perubahan yang Perlu Kamu Tahu
Sebuah perubahan merupakan proses yang pada dasarnya itu
unik dan punya karakteristik sendiri yang kadang kontradiktif. Penasaran? Yuk
kita lihat satu per satu.
1. Misterius
Pertama, perubahan itu bersifat misterius artinya tidak
mudah dipegang atau diprediksi dengan pasti. Kamu mungkin bisa punya rencana
sempurna, tapi eksekusinya bisa melenceng karena faktor-faktor yang ga kita
duga.
Perubahan sering kali memerlukan tokoh terkenal atau agen of
change yang jadi motor penggerak. Tanpa figur yang bisa jadi inspirasi dan role
model, sulit membuat orang-orang bergerak dari zona nyaman mereka.
3. Perspektif
Yang ketiga, tidak semua orang bisa diajak melihat perubahan
dengan cara yang sama. Ada yang visioner dan langsung excited, akan tetapi ada mungkin
yang skeptis dan butuh banyak bukti dulu.
4. Berkelanjutan
Keempat, perubahan merupakan peristiwa terjadi setiap saat
secara kontinu. Ini bukan event satu kali, tapi proses berkelanjutan. Dimana dunia
terus bergerak, dan organisasi harus terus beradaptasi.
5. Dua Sisi
Pada perubahan ada dua sisi yakni sisi lembut dan sisi
keras. Sisi keras adalah struktur, sistem, dan prosedur. Sisi lembut adalah
budaya, mindset, dan emosi yang seringkali lebih sulit diubah.
6. Membutuhkan Banyak Sumber Daya
Keenam, sebuah perubahan umumnya akan membutuhkan waktu,
biaya, serta kekuatan yang tidak sedikit. Nyatanya Quick fix itu jarang
berhasil. Transformasi sejati butuh investasi besar dalam berbagai bentuk.
7. Budaya lama Mengakar
Ketujuh, dibutuhkan upaya khusus untuk menyentuh nilai dasar
atau budaya korporat. Mengubah SOP itu mudah, mengubah cara bagaimana orang
berpikir? Itulah tantangan sebenarnya.
8. Mitos
Kemudian yang ke delapan perubahan seringkali diwarnai banyak
mitos dan kesalahpahaman. Seperti "Perubahan selalu baik,"
"Karyawan pasti menolak perubahan," "Change management itu cuma
formalitas" semua itu adalah mitos yang perlu diluruskan.
9. Ekspektasi
Selanjutnya yang Kesembilan, sebuah perubahan akan menimbulkan
ekspektasi yang bisa memicu getaran emosi dan harapan. Orang akan punya
ekspektasi berbeda-beda dan cara mengelola ekspektasi itu merupakan sebuah seni
tersendiri.
10. Menakutkan
Terakhir, perubahan selalu menakutkan dan bisa menimbulkan
kepanikan. Ketidakpastian itu nature-nya bikin orang anxious. Ini adalah
respons manusiawi yang harus dipahami dan dikelola dengan baik.
Peran Pemimpin dalam Mengelola Perubahan
Nah, setelah kita membahas karakteristik perubahan
selanjutnya mari kita bahas mengenai orang-orang yang berperan dalam perubahan.
Dalam setiap proses perubahan, ada empat peran krusial yang harus diisi oleh
orang-orang yang tepat.
1.Sponsor
Sponsor adalah individu atau kelompok yang punya kekuasaan
untuk memberikan persetujuan dan dukungan terhadap perubahan. Mereka adalah top
management yang memberikan legitimasi dan sumber daya. Tanpa sponsor yang kuat,
inisiatif perubahan akan mati di tengah jalan.
2. Agent
Kedua agent adalah individu atau kelompok yang punya
tanggung jawab untuk membuat perubahan terjadi. Mereka adalah manajer perubahan,
project leaders, atau transformation team yang mengeksekusi perubahan. Mereka
orang yang menterjemahkan visi besar jadi aksi konkret.
3. Target
Yang ketiga merupakan individu atau kelompok yang harus
berubah seperti karyawan yang akan terdampak langsung oleh perubahan. Memahami
bagaimana perspektif mereka dan memperhatikan apa yang menjadi concern mereka
adalah kunci kesuksesan.
4. Advocate
Peran terakhir adalah advocat merupakan individu atau
kelompok yang passionate tentang perubahan tapi kurang punya kekuasaan formal.
Mereka adalah grassroots champions, early adopters, atau
influencers informal yang bisa jadi sekutu kuat dalam mendorong perubahan dari
bawah.
Kombinasi keempat peran ini, jika sebuah organisasi mampu
membuat mereka bekerja dengan harmonis maka akan menciptakan momentum yang
powerful untuk perubahan.
Mengimplementasikan Proses Perubahan
Setelah kita memahami peran yang harus di isi oleh orang
yang tepat, pertanyaan selanjutnya apa kunci mengimplementasikan perubahan agar
berhasil? Menurut Winardi, ada beberapa cara kunci dalam mengimplementasikan
proses perubahan yang efektif.
Perubahan dimulai dari dalam diri sendiri. Pemimpin harus
jadi contoh walk the talk. Kalau pemimpinnya sendiri saja tidak disiplin
menjalankan perubahan yang dicanangkan, bagaimana bisa expect bawahan
melakukannya?
Disiplin diri juga berarti konsisten dalam menjalankan
komitmen, dan ga goyah di tengah tantangan, tetapi tetap fokus pada tujuan
akhir meski ada banyak distraksi.
Perubahan dalam organisasi bukanlah pekerjaan individu. Pada
prosesnya dibutuhkan kolaborasi solid antar departemen, antar level, dan antar
fungsi. Silos mentality adalah musuh utama perubahan.
Tim yang solid akan saling support, melindungi kelemahan
masing-masing, dan celebrate kemenangan bersama. Chemistry dan kepercayaan
dalam tim merupakan sebuah fondasi yang tidak bisa diabaikan.
3. Manfaat Teknologi
Di era digital, teknologi adalah pendukung super powerful
untuk perubahan. Automation, digitalisasi, AI, dan berbagai tools modern bisa
mempercepat dan memperlancar proses perubahan.
Tapi perlu diingat, bahwa teknologi adalah alat bukan
tujuan. Jadi jangan sampai terjebak dalam didalamnya. Teknologi harus digunakan
untuk solve real problems dan create real value.
4. Orientasi pada Tindakan
Strategi dan tindakan sama pentingnya dalam menciptakan
perubahan. Strategi tanpa eksekusi cuma akan jadi ilusi keinginan semata,
sementara tindakan tanpa strategi cuma akan jadi pekerjaan tanpa hasil yang ga
bawa kita kemana-mana.
Maka dari itu strategi harus berorientasi pada perubahan
yang kontinu dan bersifat terobosan. Strategi tindakan adalah strategi yang
inovatif dan dilandasi cara berpikir entrepreneur dan berani ambil calculated
risks.
Pegangan dalam Melakukan Perubahan
Nah dalam proses implementasinya ada tiga prinsip yang bisa jadi
pegangan saat melakukan tindakan perubahan.
1. Strategi
Pertama, jangan abaikan strategi. Kadang dalam urgensi untuk
bergerak cepat, kita tergoda untuk langsung bergerak tanpa strategi yang jelas.
Masalah besarnya adalah strategi merupakan peta yang memandu ke mana kita menuju
dan bagaimana cara sampai ke sana.
2. Cerdik dan Rajin
Prinsip kedua bertindaklah dengan cerdik dan rajin. Atinya Smart
work dan hard work harus jalan bareng. Cerdik berarti efisien, tahu prioritas,
dan ga menghabiskan energi untuk hal-hal yang ga penting. Rajin berarti
konsisten dan persistent artinya tidak gampang menyerah saat ada hambatan.
3. Berubah dengan Mimpi Besar
Ketiga, warnai perubahan dengan mimpi besar. Vision yang menginspirasi
adalah bahan bakar yang membuat orang tetap termotivasi saat journey-nya mengalami
hambatan.
Jadi Dream big, but plan practically. Karena mimpi yang terlalu kecil ga akan membuat antusias setiap orang, tapi mimpi yang terlalu besar tanpa berlandaskan di realita juga jadi utopia belaka.
Masalah dalam Perubahan: Resistensi
Ada banyak masalah yang akan muncul saat perubahan
dilakukan, tapi yang paling sering dan paling menonjol adalah resistensi
terhadap perubahan itu sendiri. Meninggalkan kebiasaan lama yang sudah melekat
kuat adalah hal yang paling sulit bagi kebanyakan orang.
Resistensi ini adalah fenomena universal. Bahkan perubahan
yang jelas-jelas akan menguntungkan pun bisa menghadapi penolakan. Kenapa? Ya karena
manusia adalah creatures of habit. Kita nyaman dengan yang terasa familiar, dan
takut dengan sesuatu yang tidak kita ketahui.
Resistensi bisa muncul dalam berbagai bentuk mulai dari yang
pasif seperti komplen tanpa komitmen, sampai yang aktif seperti sabotase atau
open rebellion. Memahami akar dari resistensi ini adalah langkah pertama untuk
mengatasinya.
Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan
Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, ada dua kekuatan
utama yang mendorong munculnya kebutuhan untuk berubah.
1. Kekuatan Eksternal
Ini adalah faktor dari luar organisasi yang memaksa atau
mendorong perubahan. Bisa berupa perubahan kondisi pasar, kompetitor baru yang
disruptive, regulasi pemerintah yang berubah, hingga pergeseran preferensi
konsumen.
Contohnya, munculnya fintech memaksa bank-bank tradisional
untuk digital transformation. Regulasi lingkungan yang makin ketat mendorong
perusahaan manufaktur untuk lebih bersih. Demografi dan persepsi terhadap
revolusi informasi juga jadi driving force yang powerful.
2. Kekuatan Internal
Ini adalah faktor dari dalam organisasi sendiri. Bisa berupa
performa yang menurun, ketidakpuasan karyawan, struktur organisasi yang sudah
ketinggalan jaman, atau ambisi pemimpin untuk membawa organisasi ke level
berikutnya.
Internal forces kadang lebih sulit diidentifikasi karena ada
elemen subjektivitas dan politik organisasi di dalamnya. Tapi kalau dikelola
dengan baik, faktor internal perubahan ini bisa lebih sustainable karena datang
dari kesadaran dan kemauan sendiri.
Di sisi lain, ada juga faktor-faktor yang menghambat
perubahan:
- Kelambanan struktural dan kelompok kerja dimana birokrasi yang kaku dan tim yang sudah nyaman di zona aman mereka cenderung akan lambat dalam melakukan perubahan.
- Tantangan pada keseimbangan kekuatan yang ada, Hal ini karena perubahan sering kali menggeser power dynamics, dan akan ada beberapa individu atau kelompok yang merasa akan kehilangan power akan resist.
- Usaha perubahan sebelumnya yang gagal, Pengalaman akan kegagalan perubahan sebelumnya dapat menyebabkan change fatigue dan skeptisisme yang di akibatkan oleh inisiatif yang tidak berhasil di masa lalu.
- Terlalu fokus pada perubahan terbatas, forest lost for the trees. Kadang kita terlalu fokus di detail sampai ga lihat gambaran besarnya
- Ancaman pada hubungan kekuasaan dan alokasi sumber daya yang sudah ada, jadi dalam perubahan ada saja orang akan defend their turf.
Plus faktor demografis, persepsi terhadap perubahan, dan
kondisi lingkungan serta sosial yang bisa jadi enabling atau constraining
factors yang menghambat.
Delapan Tahap Proses Perubahan ala John Kotter
Untuk memperdalam pemahaman kita pada proses implementasi
perubahan, mari kita selami delapan tingkatan dalam proses perubahan yang di
jabarkan oleh jhon kotter yang sudah proven efektif.
1. Membangun Rasa Urgensi
Create a sense of urgency. Hal ini karena umumnya orang
tidak akan berubah kalau mereka ga merasa ada kebutuhan mendesak untuk itu.
Communicate the burning platform dan tunjukkan kenapa status quo bukan pilihan
lagi.
2. Menciptakan Koalisi Penuntun
Assemble a guiding coalition, bisa berupa tim yang punya kredibilitas,
otoritas dan pengaruh untuk memimpin perubahan. One person can't do it alone,
maka dibutuhkan koalisi yang solid.
3. Merumuskan Visi dan Strategi
Develop a clear vision dan strategy untuk perubahan. Pertanyakan
ke mana kita mau pergi dan bagaimana cara sampai ke sana. Visi yang compelling
akan jadi bintang penuntun yang memandu perjalanan.
4. Mengkomunikasikan Visi Perubahan
Mengkomunikasikan visi dengan berulang-ulang, lewat berbagai
channel, dengan berbagai cara. Over-communication is better than
under-communication. Hal ini karena orang-orang biasanya perlu mendengarkan
berkali-kali sebelum mau melakukannya.
5. Memberdayakan Tindakan yang Menyeluruh
Empower broad-based action. Hapus penghalang , rubah sistem
dan strukturyang menghambat, encourage risk-taking dan ide-ide non-traditional.
6. Menghasilkan Kemenangan Jangka Pendek
Generate short-term wins. Kemenangan yang cepat penting untuk
memelihara momentum dan menunjukkan pada orang-orang bahwa perubahan itu
working. Jadi rayakanlah kemenangan tersebut agar orang yang masih menolak
tahu.
7. Mengkonsolidasikan Hasil dan Mendorong Perubahan yang
Lebih Besar
Consolidate gains and produce more change. Jangan cepat puas
dengan kesuksesan di awal. Gunakan kredibilitas dari kemenangan awal untuk
tackle perubahan yang lebih besar dan lebih sulit.
8. Menambahkan Pendekatan Baru dalam Budaya
Anchor new approaches in the culture. Pastikan perubahan itu
dapat masuk di dalam nilai, norma, dan praktek sehari-hari organisasi. Kalau
belum jadi bagian dari budaya maka perubahan itu akan rentan untuk membalik.
Perubahan Strategi: When Direction Needs to Shift
Perubahan strategi adalah proses yang kompleks dan
menantang, tapi penting bagi organisasi untuk mencapai tujuannya dalam
lingkungan yang dinamis. Ini bukan sekadar tweak taktik, tapi fundamental shift
dalam direction dan pendekatan organisasi.
Kapan Perubahan Strategi Dibutuhkan?
Pertanyaan mengenai kapan perubahan strategi dibutuhkan,
dapat di identifikasi melalui beberapa trigger utama yang menandakan perlu ada
perubahan strategi:
- Perkembangan Situasi di pasar atau industri yang membuat strategi lama jadi penghalang atau kurang efektif.
- Ketidakberhasilan Strategi yang sudah dijalankan, dengan jujur mengakui bahwa apa yang kita lakukan tidak bekerja dan perlu pivot.
- Peluang Baru yang muncul dan terlalu bagus untuk dilewatkan, tapi membutuhkan pendekatan strategi yang berbeda.
- Umpan Balik dan Evaluasi yang menunjukkan bahwa ada cara yang lebih baik untuk mencapai tujuan yang dinginkan
Lima Level Perubahan Strategi
Perubahan strategi bisa terjadi di berbagai level, dan
semakin besar level perubahannya, semakin kompleks usaha untuk
mengimplementasikannya. Berikut adalah 5 level perubahan strategi
- Continuation adalah level paling rendah pada dasarnya hanya status status quo dengan sedikit penyesuaian.
- Routine Change adalah perubahan yang sudah familiar dan bisa di-handle dengan kapabilitas yang sudah ada.
- Limited Change melibatkan perubahan yang lebih significant akan tetapi masih dalam scope yang terkontrol.
- Radical Change adalah perubahan dramatis yang mengubah fundamental aspect dari strategi.
- Organizational Redirection adalah level tertinggi yang complete transformation dari direction dan identity organisasi.
Proses Perubahan Strategi
Untuk mengubah strategi butuh proses yang terstruktur.
Dimulai dari Analisis Situasi, dengan memahami kondisi terkini dengan jujur dan
objektif. Dimana kita sekarang? Apa yang bekerja dan yang tidak?
Lalu Identifikasi Peluang dan Ancamasi, bisa dengan mengobservasi
lingkungan untuk opportunities to seize dan threats to mitigate. Pada tahap ini
penggunaan SWOT analisis yang mendalam akan sangat membantu,
Setelah itu tahap selanjutnya Pengembangan Strategi Baru,
buat strategi baru yang langsung berbasis analisis dan insights yang sudah
dikumpulkan. Strategi yang dibuat haruslah bold tapi realistis.
Kemudian langkah selanjutnya adalah Implementasi Strategi, terjemahkan
strategi yang telah dibuat ke dalam tindakan nyata. Ini adalah tahap paling
krusial dimana eksekusi strategi menjadi hal yang sangat krusial.
Dan yang terakhir tentu saja Evaluasi dan Adaptasi, monitor
progress, measure results, dan sesuaikan jika memang diperlukan penyesuaian. Perlu
di ingat bahwa strategy is not set in stone, it needs to evolve as
circumstances change.
Faktor Keberhasilan Perubahan Strategi
Setalah kita memahami bagaimana proses perubahan strategi
terjadi, lalau apa saja sih faktor keberhasilan perubahan strategi? Ada lima
faktor kunci yang menentukan apakah perubahan strategi akan berhasil atau
gagal.
- Komunikasi yang Jelas adalah fondasi. Semua stakeholder harus strategi baru, kenapa strategi baru itu penting, dan apa artinya itu bagi mereka. Perlu di ingat bahwa ambiguity kills execution.
- Keterlibatan Karyawan di semua level. Perubahan strategi bukan Cuma top down decree tapi juga butuh buy-in dan partisipasi aktif dari people yang akan mengeksekusi hal tersebut.
- Manajemen Resistensi dengan empati dan firmness. Dengarkan concerns, address fears, tapi tetap maju dengan conviction.
- Sumber Daya yang Memadai baik itu financial, human, dan teknologi. Hal ini karena strategi tanpa dibarengi dengan ketersediaan sumber daya sama saja dengan halusinasi. Jadi make sure ada support yang cukup untuk mengeksekusi hal tersebut.
- Kepemimpinan yang Kuat untuk champion the change, Membuat keputusan yang revolusioner, dan rally troops saat the going gets tough.
Kendala dalam Perubahan Strategi
Setelah kita membahas kunci keberhasilannya kayanya tidak
lengkap jika kita tidak membahas kendalanya juga. Perubahan strategi pada
kenyataannya tidak akan smooth sailing. Ada berbagai kendala yang perlu
diantisipasi dan dikelola.
Kendala Internal
- Ketidakjelasan visi dan misi, kalau fondasinya saja tidak jelas, perubahan strategi justru rentan akan kehilangan arah.
- Resistensi terhadap perubahan, Sebuah kendala yang paling sering terjadi. Change fatigue, takut keluar dari zona nyaman hingga loss aversion. semua hal tersebut membuat orang resist.
- Kurangnya komunikasi dan keterlibatan, dengan kurangnya komunikasi information vacuum akan diisi oleh rumor dan spekulasi yang bikin situation worse.
- Budaya organisasi yang resisten, sebuah budaya yang resisten akan memakan strategi layaknya sarapan. Artinya kalo culture nggak support, strategy akan kesulitan.
- Sumber daya yang tidak memadai, seperti yang sudah kita bahas salah satu faktor keberhasilan perubahan adanya sumber daya yang mendukung hal tersebut , jika tidak ada maka akan struggle dan eventually fail.
- Struktur organisasi yang tidak mendukung, struktur organisasi yang terlalu kaku, unclear accountability, proses birokrasi yang rumit semua ini bisa jadi bottleneck dalam perubahan strateg.
Kendala Eksternal
- Perubahan kondisi pasar yang tidak bisa di prediksi bisa membuat our strategy outdated sebelum sepenuhnya di implementasikan.
- Persaingan yang ketat dari kompetitor yang juga bergerak cepat.
- Ketidakpastian ekonomi, seperti resesi, inflasi, atau volatilitas pasar yang bikin planning jadi lebih menantang.
- Perubahan Regulasi yang bisa tiba-tiba bisa saja mengubah 180% bagaimana game berjalan.
- Bencana alam dan krisis global, black swan events yang ga ada yang bisa predict tapi impactny sangat massive.
Strategi Menghadapi Kendala
Nah untuk overcome kendala-kendala tersebut, ada beberapa
strategi yang bisa digunakan.
- Komunikasi yang jelas dan terbuka untuk minimalkan ketidakpastian dan bangun kepercayaan. Hal ini karena transparansi bisa membawa kita lebih jauh.
- Manajemen resistensi yang proactive mengidentifikasi resistors lebih awal, understand their concerns, dan address them meaningfully.
- Keterlibatan dan partisipasi dari berbagai stakeholder. Atau bisa kita sebuat dengan Co-creation creates ownership.
- Membangun budaya yang mendukung perubahan, sepeti contohnya celebrate learning, tolerate calculated risks, reward adaptation.
- Mengembangkan sumber daya yang adequate untuk mendukung perubahan yang akan dilakukan dengan invest in training, tools, dan systems.
- Memantau dan mengevaluasi progress secara regular untuk menangkap sebuah isu lebih awal dan melakukan penyesuaian apa yang dibutuhkan.
- Membuat rencana berkelanjutan untuk mengantisipasi potential problems dan have backup plans yang sudah siap.
Embrace Change or Be Left Behind
Kita hidup di era Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous.
Di era ini, kemampuan untuk berubah bukan lagi competitive advantage, tapi
basic requirement untuk dapat bertahan. Organisasi yang rigid dan resisten
terhadap perubahan akan jadi dinosaurus alias punah.
Tapi perubahan bukan sekadar melakukan sesuatu dengan
berbeda. It's about fundamentally rethinking how we create value, how we
organize ourselves, dan how we navigate uncertainty.
Perubahan yang efektif memerlukan clear strategy, strong
leadership, engaged employees, dan persistent execution. Ingat karakteristik
perubahan yang kita bahas di awal? Perubahan itu memang menakutkan, kompleks,
dan demanding.
Tapi perubahan juga adalah sumber peluang, growth, dan
renewal. Sebuah organisasi yang mampu menjadi master the art of change
management akan berkembang pesat dan sementara yang ga akan struggle.



Posting Komentar